“Tentu tidak seramai sekarang, tapi untuk saat itu terasa sangat meriah,” kata pensiunan guru sekolah menengah pertama itu menerawang.
Diluar perbedaan ukuran kemegahannya, menurut Enin Entin, secara garis besar acara kedua pesta pembukaan berbeda zaman itu relatif sama. “Ada pembawaan obor, ada tari- tarian, ada defile. Cuma waktu itu seragam atlet-atlet sederhana dan hampir sama antara satu negara dengan negara lain. Terus dulu para kontingen berjalan tertib dan rapih seperti baris berbaris. Kalau sekarang kan lebih santai dan sambil foto foto,” katanya.
Hal lain yang khas di acara pembukaan Asian Games 1962 adalah adanya acara pelepasan burung merpati di stadion Bung Karno. “Ribuan lah..pokoknya burung merpati yang dilepas banyak sekali,” kata ibu dari tiga pria yang terlihat masih bugar di usia senjanya tersebut.
Menurut buku Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno yang diterbitkan Grasindo (2004), Presiden Soekarno memang menginginkan penyelenggaraan Asian Games ke-4 tahun 1962 bukan hanya sebagai ajang pertandingan olah raga, tetapi juga sebuah pesta kebudayan. Tidak heran jika acara pembukaan dirancang dengan berbagai pertunjukan kesenian.
Acara pembukaan Asian Games 1962 memang bisa dikatakan kolosal untuk ukuran saat itu. Tak kurang 1.200 anak-anak dilatih untuk bergerak, berlenggak-lenggok, dan menari di acara tersebut. Tak ketinggalan, 1.100 penari pendet beserta perlengkapannya didatangkan khusus dari Bali untuk tampil di pembukaan pesta olahraga yang diikuti 17 negara itu.
Saat itu juga, 5.000 ekor burung merpati dilepaskan dari Stadion Utama Gelora Bung Karno sebagai simbol perdamainan. Dan puncaknya, kaldron di SUGBK disulut oleh atlet Dasalomba Effendi Saleh yang menjadi torch lighter. Kemudian sumpah atlet dibacakan oleh pemain bulutangkis Ferry Sonneville.
Puncaknya sang pemimpin besar revolusi Bung Karno berpidato, yang penggalannya antara lain berbunyi, "Dengan mengucap Bismillah, saya menyataken Asian Games keempat tahun 1962 di Jakarta, terbuka." Tepuk tangan pun membahana.
Pewarta: Dadan Ramdani
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2018
No comments:
Post a Comment